Minggu, 20 Februari 2011

Keinginan Badan Kepegawaian Nasional

Keinginan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) agar aturan seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dikembalikan ke pusat dinilai aneh dan janggal. Sebab, aturan seleksi saat ini merupakan buah dari kebijakan yang diterbitkan BKN sendiri. Kerena itu, usulan itu dinilai bukan solusi tepat untuk mengurangi kecurangan dalam seleksi CPNS daerah. Pasalnya, persoalan yang dihadapi selama ini bukan pada aturan mainnya, melainkan pada pelaksanaan di lapangan yang tidak profesional dan transparan. Pengambilalihan aturan seleksi ke pusat dikhawatirkan justru akan semakin membuka jalan bagi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Kepala Bidang Pengadaan dan Pembinaan, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemerintah Sumatera Utara (Pemprovsu) Pandapotan Siregar menjelaskan,seleksi CPNS pada 2004-2005 sudah dilakukan secara terpusat.

Namun, BKN kemudian menerbitkan Peraturan Kepala BKN No 30/2007 yang mengatur seleksi dilakukan pemerintah daerah. “Jadi,penerimaan CPNS yang dilakukan pemerintah daerah kabupaten/kota yang seperti ini sudah sesuai aturan yang dibuat pemerintah pusat melalui BKN sendiri. Makanya tidak ada yang salah dengan seleksi itu,”ujarnya kepada SINDOkemarin. Diberitakan sebelumnya, BKN mengusulkan agar aturan seleksi CPNS dikembalikan ke pusat seperti pada 2004-2005 silam. Cara ini dinilai cukup efektif mengurangi praktik kecurangan dalam penerimaan CPNS. Sebab, dengan mekanisme ini BKN dapat mengawasi seleksi secara ketat. Sejak 2007,seleksi CPNS menggunakan aturan otonomi daerah.

Di dalamnya, bupati/ wali kota dan sekretaris daerah (sekda) memiliki kewenangan penuh untuk menentukan soal dan kelulusan peserta seleksi. Adapun BKN hanya berperan dalam memberikan saran atau kisi-kisi agar proses seleksi dilakukan bekerja sama dengan perguruan tinggi.Akibat otonomi ini, BKN merasa tidak bisa berbuat apa-apa, terutama dalam pengawasan, sehingga kecurangan dan penyimpangan semakin terbuka. Pandapotan menyebutkan, pada prinsipnya BKD Sumut tidak mempersoalkan jika memang ada rencana BKN untuk mengembalikan seleksi CPNS ke pusat. Karena peneriman CPNS merupakan kebijakan dari pemerintah pusat. “Pada prinsipnya kami setuju, sangat setuju (ditarik ke pusat). Namun, jika begitu BKN harus mencabut peraturan yang sudah diterbitkan itu,”ungkapnya.

Menurut dia, adanya kecurigaan BKN dan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) atas seleksi CPNS yang dilakukan daerah dan bekerjasama dengan perguruan tinggi negeri (PTN) sangat tidak realistis. Pasalnya, aturan itu tak terlepas dari kebijakan yang diterbitkan BKN.Di mana sebelumnya ada keharusan pemerintah daerah untuk bekerja sama dengan PTN setempat atau PTN terdekat. “Tapi setelah keluarnya Perka BKN No 30/2007 itu,tidak ada lagi keharusan untuk bekerja sama dengan PTN setempat dan terdekat. Makanya ada daerah kabupaten/ kota di Sumut yang memilih bekerja sama dengan PTN lain di luar Sumut,”bebernya.

Sementara itu, pengamat pemerintahan dari Universitas Sumatera Utara (USU) Dadang Darmawan menilai, selama kemampuan, kredibilitas dan transparansi tidak ada, maka tidak akan ada jaminan proses seleksi CPNS bersih meskipun aturan seleksi dikembalikan ke pusat. Justru, langkah itu dianggap hanya memindahkan kecurangan dan KKN dari daerah ke pusat. “Hasilnya seperti orde baru, orang daerah berbondong-bondong melobi pemerintah pusat agar lolos seleksi CPNS.Semua itu kembali kepada sikap pemerintah pusat,”jelasnya. Menurut dia, proses seleksi CPNS memang ada baiknya dilakukan pemerintah pusat.Sebab,SDM di pemerintah daerah menangani masalah ini masih lemah dan banyak timbul kecurangan di sanasini setiap pelaksanaannya.

Dia mencontohkan kasus seleksi CPNS di Pemko Medan yang menyisakan kekecewaan dari sejumlah peserta hingga mereka melakukan gugatan. “SDM berkualitas masih kurang, sehingga hasil pelaksanaan penerimaan CPNS belum maksimal atau sangat mengecewakan. Memang ada baiknya dilakukan pemerintahan pusat dengan catatan pemerintah pusat transparan dan punya kredibilitas,”tandasnya. Selain itu, dia meminta pihak perguruan tinggi tetap bersikap profesional, jujur dan transparan dalam proses penerimaan CPNS. Sebab, semua hasil seleksi CPNS daerah itu tergantung mereka. Dengan sikap maksimal, maka proses rekrutmen lebih baik lagi. “Semua ini juga tidak terlepas dari peran Dikti (Ditjen Perguruan Tinggi).

Mereka harus memberikan kompensasi yang maksimal dalam proses penerimaan. Sehingga kecurangan bisa dihilangkan. Pasalnya, pemeriksaan, pengawasan dan pengumuman hasil ujian di tangan mereka.Selama tidak jujur dan bermain, maka hasilnya tidak jauh beda dari sebelumnya,” pungkasnya. Demikian Info Kita kali ini tentang Keinginan Badan Kepegawaian Nasional.

Rancangan Peraturan Daerah

Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pajak Daerah yang diajukan Pemerintah Kota (Pemko) Medan dinilai akan memberatkan masyarakat,bahkan merupakan upaya pemerasan. Sekretaris Pansus Ranperda Pajak Daerah DPRD Kota Medan Muslim Maksum menuturkan, mereka akan membahas delapan ranperda yang telah diajukan Dinas Pendapatan Pemko Medan, yakni ranperda pajak sarang burung walet, pajak reklame, pajak restoran, pajak hiburan, pajak hotel, pajak penerangan jalan, pajak air bawah tanah, dan pajak parkir.

Pansus akan mengkajinya lebih dahulu sebelum disahkan. ”Pansus yang membahas ranperda pajak daerah itu sangat tidak wajar karena seluruh ranperda itu muaranya menyusahkan rakyat. Pansus tidak akan menerimanya begitu saja. Butuh waktu kajian lebih dalam dan masukan dari lembaga lewat kajian ilmiah,” papar Muslim Maksum, akhir pekan lalu.

Menurut dia,Dinas Pendapatan Pemerintah Kota (Pemko) Medan jangan merasa menjadi pahlawan karena berjasa menggali perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Pemko Medan lewat ranperda itu. Sebab, pada kenyataannya, ranperda yang digagas dianggap sebagai perangkat untuk menguras uang rakyat. ”Kita boleh memaksimalkan PAD, tapi harus lebih mempertimbangkan sisi sosialnya.Seluruh ranperda pajak daerah yang diajukan Pemko memberatkan dan menambah beban masyarakat kecil. Untuk itu,kita butuh kajian lagi dan mungkin sebagian akan kami tolak,”paparnya.

Muslim juga meminta agar pimpinan DPRD Medan tidak terburuburu mengagendakan jadwal sidang paripurna pengesahan kedelapan ranperda yang sudah diajukan Pemko Medan tersebut. Sebab, ranperda itu masih membutuhkan kajian lebih dalam. Senada dengannya, Sekretaris Komisi A yang juga Sekretaris Fraksi Partai Golkar Ilhamsyah juga menyatakan bahwa kedelapan ranperda yang diajukan Pemko Medan dinilai akan memberatkan objek pajak. Karena itu, kedelapan ranperda tersebut masih membutuhkan pengkajian ulang walaupun pengajuan ranperda oleh Pemko Medan sangat positif untuk pembangunan Medan.”Kendati pun wajib pajaknya pengusaha, kami juga tidak setuju karena eksesnya pasti ke masyarakat kecil juga dengan kenaikan harga dan sebagainya,” tukas Ilhamsyah.

Ketua Komisi C DPRD Medan Aripay Tambunan mengingatkan Pemko Medan untuk menjalankan sejumlah azas dalam pemungutan pajak.Pertama,azas equality, yakni tarif pajak harus disesuaikan dengan penghasilan wajib pajak. Azas certainly, yakni pungutan pajak harus berdasarkan Undang- Undang. Kemudian azas manfaat, yakni pengenaan pajak harus bermanfaat bagi kepentingan umum, dan azas kesejahteraan artinya pengenaan pajak harus berdampak kepada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Pemungutan pajak juga harus sesuai dengan azas efisiensi, yakni biaya pemungutan pajak harus sehemat mungkin dan azas kesamaan, yakni tidak boleh ada diskriminasi terhadap wajib pajak. ”Jika memang belum layak disahkan, Pansus kami harap bisa memaksimalkan pembahasannya lagi,”tuturnya. Sebagaimana diketahui, Pemko Medan mengajukan sejumlah ranperda yang merupakan pengalihan kewenangan pusat menjadi pemerintah daerah/kota setelah berlakunya UU No 28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Demikian catatan online dari blog Info Kita tentang Rancangan Peraturan Daerah.

Komisi D DPRD Medan

Komisi D DPRD Medan mendesak Kepala Dinas Tata Ruang Tata Bangunan (TRTB) PemerintahKota(Pemko) setempat Sampurno Pohan menindak pemilik bangunan yang memanipulasi perizinan. Sampai saat ini masih banyak bangunan ilegal yang bebas berdiri,namun tidak ditertibkan. Salah satunya adalah bangunan di Jalan Singapore, Kelurahan Sei Rengas II,Kecamatan Medan Area.

Bangunan ini terbukti melanggar izin peruntukan. Sebab, meskipun izin bangunannya untuk rumah toko tempat tinggal (RTT), yang dibangun adalah hotel.Padahal, lokasinya sangat tidak layak menjadi hotel. ”Dinas TRTB harus menghentikan pembangunannya karena pemilik telah memanipulasi izin. Lokasi itu tidak memungkinkan sebagai hotel. Kami minta pemilik harus menghentikan bangunan atau mengurus perubahan peruntukan,” ujar anggota DPRD Medan CP Nainggolan saat meninjau bangunan bermasalah tersebut,kemarin.

CP menegaskan, sebelum pemilik menyelesaikan perizinan sesuai aturan, pembangunan harus dihentikan dulu.Fungsi pengawasan dari Pemko Medan harus dijalankan sejak dini untuk mengantisipasi bangunan yang melanggar aturan dan merusak tatanan kota. Ketua Fraksi PAN DPRD Medan Ahmad Arif meminta Sampurno Pohan yang baru ditunjuk sebagai Kepala Dinas TRTB Pemko Medan yang baru lebih tegas menegakkan aturan sehingga Kota Medan dapat tertata lebih baik. Selain itu, dia juga meminta peningkatan pengawasan untuk mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Medan. ”Harapan kita,kepala dinas ini mampu bertindak tegas untuk menata dan menyelesaikan bangunan bermasalah di Kota Medan.

Saat ini bangunan yang melanggar izin di Medan semakin menjamur tanpa ada tindakan tegas dari pemerintah,” ujar Arif. Berdasarkan pantauan di lapangan, di lokasi bangunan hotel di Jalan Singapore, tampak plang SIMB No 648/1445.K dengan jenis RTT/pagar satu unit dan berlantai lima.Sesuai informasi dari pekerjanya, bangunan tersebut akan diperuntukkan sebagai hotel. Hal ini tentu tidak memungkinkan karena kawasan tempat berdirinya bangunan tersebut tidak layak untuk mendirikan bangunan hotel. Sebab, fasilitas parkir dan pemanfaatan ruangnya tidak sesuai. Selain di Jalan Singapore, manipulasi perizinan juga terjadi atas bangunan rumah toko (ruko) Avenue di Jalan Denai,Kelurahan Tegal Sari Mandala II.

Bangunan itu sudah delapan bulan tidak mendapat tindakan meskipun sudah melanggar izin peruntukan. Menurut pengakuan Sekretaris Lurah Tegal Sari Mandala II Mazaki Zebua beberapa waktu lalu,dari 59 unit ruko yang dibangun, hanya 29 unit yang sudah mendapat izin. Saat dikonfirmasi mengenai bangunan ruko lainnya yang belum berizin,pengembang beralasan sedang mengurusnya. Namun, sampai saat,izin itu belum juga diurus. Sementara itu,Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian dan Pemanfaatan Ruang Dinas TRTB Pemko Medan Ahmad Basaruddin yang dikonfirmasi terkait sejumlah bangunan yang tetap berdiri meskipun sudah melanggar izin peruntukan mengatakan, mereka akan segera turun ke lapangan. ”Kami cek dulu ke lapangan. Kami baru tahu ini,”tutur Ahmad Basaruddin.

Terkait sejumlah bangunan ruko yang tidak memiliki izin,Ahmad menuturkan,jika memang bangunan tersebut terbukti tidak berizin, mereka akan langsung menindaknya sesuai aturan yang berlaku. Untuk tahap pertama, pemilik bangunan akan diberikan peringatan. Bila peringatan pertama sampai ketiga tidak diindahkan,maka mereka akan melakukan pembongkaran. ”Penanganannya akan sesuai tahapan dan tidak mungkin langsung ditindak.

Kalau ada staf saya yang bermain, dia pun akan ditindak sesuai aturan.Kami punya target PAD sebesar Rp63 miliar. Bila semua dilindungi, darimana PAD kami dapat lagi,”paparnya. Demikian Info Kita kali ini tentang Komisi D DPRD Medan.
 
 
Copyright © 2012 Info Kita All rights reserved Mas Hari
Sepeda Motor Injeksi Irit Harga Terbaik Cuma Honda Promo Member Alfamart Minimarket Lokal Terbaik Indonesia